Prof. Dr. Muhammad Syukri Albani Nst., M.A.
(Guru Besar Filsafat Hukum Islam/Dekan Fakultas Bisnis Islam UIN Sumatera Utara)
Ekonomi ibarat nadi yang mengalirkan kehidupan dalam masyarakat. Dari
hiruk-pikuk pasar tradisional hingga perdagangan besar antarnegara, setiap
detak ekonomi membawa dampak yang nyata bagi kesejahteraan individu, komunitas,
bahkan bangsa. Dalam setiap aktivitas ekonomi, ada harapan untuk kemajuan,
keberlanjutan, dan keadilan.
Namun, sering kali, sebagian orang mereduksi bahwa aktivitas ekonomi
semata-mata berarti memperkaya diri secara materi—ini menjadi “paradigma” ekonomi
konvensional. Pandangan ini menempatkan harta sebagai tujuan akhir yang harus
dikejar tanpa mempertimbangkan dampaknya pada masyarakat luas atau nilai yang
lebih besar: spiritualitas.
Padahal, ekonomi sejatinya lebih dari sekedar alat untuk memperbesar
kekayaan pribadi. Ia adalah instrumen yang, jika dikelola dengan bijak, dapat
menjadi sarana untuk membangun kesejahteraan kolektif, menciptakan keadilan
sosial, dan memperkuat solidaritas antarindividu—memperkuat solidaritas
individu ini yang dalam bahasa penulis sebagai bagian hifz al-ummah (menjaga keummatan).
Untuk itu, sudah sepantasnya kita membuka mata kembali untuk melihat
bagaimana ekonomi syariah bekerja. Sistem ini tidak hanya memandang ekonomi
sebagai alat untuk memperbesar kekayaan, tetapi juga sebagai sarana untuk
membangun keseimbangan, keadilan, dan keberkahan.
Ekonomi syariah menawarkan paradigma yang berbeda; setiap transaksi tidak
hanya dinilai dari keuntungan materi, tetapi juga dari dampaknya pada
keummatan. Melalui prinsip-prinsip yang mengedepankan kejujuran, keseimbangan,
dan tanggung jawab sosial, ekonomi syariah menjadi jawaban atas kebutuhan akan
sistem ekonomi yang lebih manusiawi, beretika, dan berkeadilan. Sudah saatnya
kita mengakui bahwa ekonomi tidak boleh semata-mata soal angka, tetapi juga
tentang nilai-nilai yang memelihara kesejahteraan bersama—term untuk mewakili
konsep kesejahteraan ini adalah al-mashlahah.
Ekonomi syariah bukan sekedar alternatif. Ia adalah solusi progresif yang
bertujuan untuk mendukung kehidupan masyarakat dari seluruh lapisan, memperkuat
budaya bangsa, hingga mengurangi ketergantungan negara pada pihak luar. Dalam
bingkai hifz ummah—atau memelihara
keummatan—ekonomi syariah tidak hanya berbicara tentang keuntungan finansial,
tetapi juga tentang keberkahan, tanggung jawab, penguatan ekonomi berbasis
kearifan lokal, dan yang paling penting, kontribusi sosial.
Prinsip dasar ekonomi syariah adalah memastikan bahwa setiap transaksi dan
interaksi ekonomi didasarkan pada nilai-nilai syariah. Paling tidak, ini
berarti memastikan distribusi kekayaan yang adil. Sebab, dalam pandangan
syariah, transaksi dan interaksi ekonomi tidak diperbolehkan sebagai arena
untuk memenuhi hasrat pribadi, tetapi juga harus menjadi jalan untuk memperkuat
kehidupan umat secara kolektif.
Misalnya, dalam aktivitas bisnis, pelaku usaha yang menerapkan prinsip
ekonomi syariah tidak hanya fokus pada keuntungan pribadi. Mereka sadar bahwa
keberhasilan bisnis mereka harus memberikan manfaat bagi masyarakat. Inilah
yang disebut “sandera positif” oleh sistem aturan Tuhan. Ketakutan yang sehat
terhadap pelanggaran nilai-nilai syariah menjadi rem bagi perilaku curang,
seperti menyerobot hak orang lain atau bersaing secara tidak adil. Sebaliknya,
mereka berusaha untuk tetap kontributif terhadap kesejahteraan umat dan
memelihara kepercayaan konsumen.
Inklusi, Hilirisasi, dan Kehidupan Sosial
Salah satu langkah konkret dari ekonomi syariah untuk mendorong inklusi
adalah melalui hilirisasi ekonomi. Hilirisasi adalah proses yang menambahkan
nilai pada produk-produk lokal, sehingga memiliki daya saing yang lebih tinggi
di pasar nasional maupun internasional. Dengan memanfaatkan sumber daya lokal
dan memberdayakan masyarakat setempat, ekonomi syariah membantu menciptakan
lapangan kerja, meningkatkan pendapatan masyarakat, dan mengurangi
ketergantungan pada produk luar negeri. Selain itu, hilirisasi juga mendukung
kemandirian ekonomi bangsa, menjadikannya salah satu elemen penting dalam
strategi pembangunan ekonomi syariah.
Namun, keberhasilan ekonomi syariah tidak semata-mata diukur dari
angka-angka pertumbuhan ekonomi atau besarnya investasi yang masuk. Lebih dari
itu, keberhasilan ekonomi syariah terletak pada kemampuannya untuk menciptakan kemaslahatan secara sosial. Ekonomi syariah memastikan bahwa interaksi ekonomi tidak hanya
berorientasi pada keuntungan, tetapi juga membawa manfaat nyata bagi masyarakat
luas. Sistem ini dirancang untuk mencegah ketimpangan sosial yang sering kali
menjadi akar keresahan dalam masyarakat. Dengan mendistribusikan sumber daya
secara adil dan merata, ekonomi syariah menciptakan lingkungan sosial yang
lebih stabil dan harmonis.
Ekonomi syariah juga mendorong terciptanya hubungan yang saling
menguntungkan antara individu, masyarakat, dan negara. Ketika masyarakat
merasakan manfaat langsung dari sistem ekonomi yang inklusif dan berkeadilan,
kepercayaan terhadap sistem tersebut pun meningkat. Hal ini tidak hanya
memperkuat kohesi sosial, tetapi juga membangun fondasi yang kokoh untuk keberlanjutan
ekonomi. Dengan demikian, ekonomi syariah tidak hanya menjadi instrumen untuk
mencapai kesejahteraan materi, tetapi juga menjadi alat untuk memperkuat
solidaritas dan harmoni dalam kehidupan bermasyarakat.
Maqasid Syariah dalam Interaksi Ekonomi
Sistem ekonomi syariah berdiri di atas fondasi maqasid syariah
(tujuan-tujuan syariah), yang salah satunya bertujuan untuk menjaga keummatan (hifz al-ummah). Memang, dalam konteks ekonomi,
hifz al-mal (menjaga harta) menjadi
perhatian utama, tetapi tidak berdiri sendiri. Ia harus mendukung tujuan-tujuan
lainnya, termasuk hifz ummah.
Memelihara umat dalam konteks ini berarti menciptakan sistem ekonomi yang
tidak hanya adil, tetapi juga relevan dengan tantangan zaman. Para ahli
filsafat hukum Islam terus mencoba mengartikulasikan maqasid syariah ini dalam interaksi ekonomi dan sosial yang terus
berkembang. PR besar yang dihadapi saat ini adalah menjembatani kesenjangan
antara pemahaman teologi dengan praktik ekonomi yang nyata.
Tentu kita sadari bersama, atau sebagai pengingat, bahwa di era
digitalisasi, tantangan ekonomi syariah semakin kompleks. Digitalisasi
perdagangan telah mengubah wajah interaksi ekonomi. Platform e-commerce,
transaksi digital, hingga aset kripto menjadi realitas baru yang tidak bisa
diabaikan. Di sisi lain, tanpa intervensi nilai-nilai syariah, era ini dapat
memicu perilaku konsumtif, ketidakadilan, dan ketimpangan yang lebih besar.
Oleh karena itu, peran akademisi dan praktisi ekonomi syariah menjadi
sangat penting. Mereka harus mampu menghadirkan nilai-nilai syariah dalam
tatanan ekonomi digital. Edukasi kepada masyarakat, penelitian yang relevan,
dan kebijakan yang berpihak pada nilai-nilai maqasid syariah adalah
langkah-langkah strategis untuk memastikan ekonomi syariah tetap relevan di era
ini.
Tahun 2025: Momentum Perbaikan Sistem Ekonomi
Tahun 2025 menjadi momen yang krusial untuk memperbaiki sistem ekonomi
syariah. Kebijakan baru, seperti PPN 12%, telah menimbulkan keresahan di
kalangan masyarakat. Namun, keresahan ini tidak harus dilihat sebagai sesuatu
yang negatif. Sebaliknya, ini adalah kesempatan untuk merefleksikan kembali
sistem nilai yang berlaku.
Ekonomi syariah dapat menjadi solusi untuk menyelaraskan kebijakan ekonomi
dengan kepentingan masyarakat dan negara. Dengan mengedepankan nilai-nilai maqasid
syariah, ekonomi syariah dapat menjadi pengikat yang memperkuat hubungan antara
pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat. Hal ini juga menjadi cara untuk
memastikan bahwa kebijakan ekonomi tidak hanya berpihak pada segelintir pihak,
tetapi memberikan manfaat bagi seluruh umat.
Pada akhirnya, ekonomi syariah adalah sistem yang tidak hanya bertujuan
untuk mencapai kesejahteraan finansial individu, tetapi juga keberkahan hidup
secara kolektif. Dalam bingkai hifz ummah,
ekonomi syariah mengajarkan bahwa setiap interaksi ekonomi adalah ibadah
berbasis sosial. Kejujuran dalam berdagang, keadilan dalam bersaing, dan
tanggung jawab sosial menjadi pilar utama dalam membangun sistem ekonomi yang
kuat dan berkeadilan.
Para pelaku usaha yang menerapkan ekonomi syariah bukan hanya pedagang atau
pengusaha, tetapi juga pemelihara nilai-nilai Islam. Mereka adalah garda
terdepan dalam menjaga keumatan melalui interaksi ekonomi yang sehat. Dengan
terus mengedepankan maqasid syariah sebagai panduan, ekonomi syariah dapat
menjadi jawaban atas tantangan ekonomi modern, sekaligus menjadi sarana untuk
membangun peradaban yang lebih baik.
Kini, tanggung jawab ada pada kita semua—pelaku usaha, akademisi,
pemerintah, dan masyarakat. Mari jadikan ekonomi syariah bukan hanya sebagai
sistem, tetapi sebagai budaya. Dengan begitu, kita tidak hanya membangun
ekonomi yang kuat, tetapi juga umat yang bermartabat.
Baca Juga: