Trending

Mitra Kami

Bagaimana Kedudukan Harta Yayasan dalam Hukum Waris Islam?

Dr. Hasan Matsum, M.Ag.

 


Dr. Hasan Matsum, M.Ag.

(Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia Kota Medan)

Wacana argumentatif tentang kewarisan baik yang terdapat dalam Alquran maupun hadis sebenarnya bersifat sederhana dan mudah dipahami. Hanya saja, tidak semua permasalahan kewarisan memiliki dasar hukum yang tegas dalam kedua sumber hukum Islam tersebut.

Untuk permasalahan kewarisan yang tidak dijelaskan secara rinci biasanya akan menimbulkan interpretasi dan perumusan dari kalangan mujtahid dengan daya nalar yang tidak bebas dari pengaruh budaya lokal dan lingkungannya—dalam hal ini diasumsikan budaya Arab—dalam kurun waktu tertentu. Oleh karena, itu umat yang hidup dalam budaya nonArab dalam kurun waktu yang berbeda terkadang mengalami kesulitan dalam menjalankannya.

Salah satu permasalahan terkait, adalah tentang harta benda yayasan, apakah ia merupakan harta waris pendiri dan pengurus yayasan atau merupakan harta yang terlepas dari kepemilikan pendiri dan pengurus yayasan?

Harta Benda Yayasan

Yayasan, sebagaimana dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan, adalah “badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, yang tidak mempunyai anggota”.

Berdasarkan pengertian itu, maka status badan hukum yayasan yang semula berdasarkan sistem terbuka (het Open system van Rechtspersonen), beralih menjadi sistem tertutup (de Gesloten system van Rechtspersonen).

Artinya, sekarang yayasan menjadi badan hukum karena undang-undang atau berdasarkan undang-undang, bukan berdasarkan sistem terbuka, yang berlandaskan pada kebiasaan, doktrin dan ditunjang oleh yurisprudensi.

Konsekuensi yayasan sebagai badan hukum, berlaku pemisahan antara harta kekayaan yayasan dengan harta pribadi; demikian pula hak dan kewajiban serta tanggung jawabnya. Kekayaan yang terpisah itu diperlukan untuk mencapai tujuan dan merupakan sumber dari segala hubungan-hubungan hukum. Pendiri yayasan memisahkan sebagian harta kekayaannya sebagai kekayaan awal yayasan. Dengan demikian, tidak dibenarkan untuk tujuan komersil atau kepentingan pribadi.

Dapat dipahami, elemen utama yayasan adalah harta kekayaan yayasan dipisahkan dari kekayaan pendirinya. Perbuatan hukum memisahkan mengandung makna ada kesukarelaan dari pendiri untuk melepaskan suatu kekayaan. Kekayaan yang dipisahkan itu kemudian berubah statusnya menjadi milik badan hukum, yakni yayasan. Dengan demikian tidak ada orang atau badan yang berstatus sebagai pemilik atas suatu yayasan.

Ihwal Harta Warisan

Dalam literatur  fikih, para fuqoha, secara umum tidak membedakan harta warisan dengan tirkah.

Menurut Abu Bakr bin Muhammad Syata ad-Dimyati,

والتركة ما خلفه الميت من مال أو حق، ويتعلق بها خمسة حقوق مرتبة، أولها: الحق المتعلق بعين التركة كالزكاة والجناية والرهن، وثانيها: مؤن التجهيز بالمعروف، وثالثها: الديون المرسلة في الذمة، ورابعها: الوصايا بالثلث فما دونه لأجنبي، وخامسها: الإرث

Dan tirkah adalah segala sesuatu yang ditinggalkan mayit baik berupa harta maupun hak, dan melekat pada harta maupun hak tersebut lima hal, yaitu pertama hak yang berhubungan dengan benda tirkah seperti zakat, tebusan tindak pidana, dan gadai. Kedua biaya penyelenggaraan jenazah, ketiga membayar utang yang menjadi tanggungan mayit, keempat menunaikan wasiat pewaris pada sepertiga hartanya atau kurang dari sepertiga, kelima membagi harta peninggalan kepada ahli waris (Abu Bakar bin Muhammad Syata ad-Dimyati al-Misri, I’anat at-Talibin, Juz IV, Dar al-Salam, Kairo, 2022, hlm. 2116).

Menurut Mustafa al-Khin

التركة: هي جميع ما يخلفه الميت بعد موته، من أموال منقولة، كالذهب والفضة وسائر النقود والأثاث، أو غير منقولة كالأراضي والدور وغيرها. فجميع ذلك داخل في مفهوم التركة، ويجب إعطاؤه لمن يستحقه

Tirkah adalah segala sesuatu yang ditinggalkan mayit setelah ia meninggal dunia baik dalam bentuk harta bergerak seperti mas, perak, uang, dan barang-barang rumah tangga atau harta tidak bergerak seperti tanah, rumah dan lainnya. Semua harta tersebut masuk dalam kategori tirkah yang wajib diberikan kepada para ahli waris yang berhak.

Menariknya, kompilasi Hukum Islam membedakan antara harta peninggalan (tirkah) dengan harta waris. Dalam ketentuan umum pasal 171 huruf k dan l disebutkan sebagai berikut

k. Harta peninggalan adalah harta yang ditinggalkan oleh pewaris baik yang berupa benda yang menjadi miliknya maupun hak-haknya.

l. Harta waris adalah harta bawaan ditambah bagian dari harta bersama setelah digunakan untuk keperluan pewaris selama sakit sampai meninggalnya, biaya pengurusan jenazah (tajhiz), pembayaran hutang dan pemberian untuk kerabat.

Dari beberapa definisi di atas terlihat bahwa sesuatu dikatakan harta waris apabila memiliki karakteristik sebagai berikut :

a. Harta atau hak yang merupakan harta waris tersebut adalah hak milik pewaris pada saat ia meninggal dunia

b. Harta atau hak yang merupakan harta waris tersebut telah bersih dari segala kewajiban yang melekat padanya, seperti pembayaran utang baik utang kepada Allah maupun kepada manusia, wasiat, dan biaya penyelenggaraan jenazahnya

Kedudukan Harta Benda Yayasan Dalam Hukum Waris

Harta benda yayasan memiliki kedudukan hukum yang unik dan berbeda dibandingkan dengan harta warisan biasa.

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu, seperti di bidang sosial, keagamaan, atau kemanusiaan. Dalam pengertian ini, yayasan tidak memiliki anggota seperti organisasi lain, sehingga status hukum dan pengelolaan kekayaannya memiliki kekhasan tersendiri.

Hal utama yang membedakan harta kekayaan yayasan dengan harta waris adalah kata “dipisahkan.” Artinya, ketika seseorang mendirikan yayasan, ia secara sukarela melepaskan sebagian kekayaannya untuk menjadi kekayaan yayasan. Kekayaan yang telah dipisahkan ini tidak lagi menjadi milik pribadi pendiri atau pengurus yayasan. Sebaliknya, kekayaan tersebut menjadi milik badan hukum yayasan dan digunakan semata-mata untuk mencapai tujuan yayasan sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan.

Konsep “pemisahan” ini memiliki implikasi hukum yang signifikan. Harta kekayaan yayasan tidak dapat dimiliki kembali oleh pendiri atau pengurus yayasan, bahkan jika mereka masih hidup. Apalagi, ketika pendiri atau pengurus yayasan meninggal dunia, harta kekayaan yayasan bukanlah harta waris pendiri atau pengurus yang dapat diwarisi oleh para ahli warisnya. Ini adalah prinsip hukum yang tegas dan menjadi pembeda utama antara harta yayasan dan harta pribadi pewaris.

Misalnya, jika seorang pendiri yayasan menyumbangkan sebuah tanah kepada yayasan sebagai kekayaan awal, maka tanah tersebut tidak lagi menjadi miliknya. Ketika pendiri tersebut meninggal dunia, ahli warisnya tidak dapat mengklaim tanah tersebut sebagai bagian dari warisan. Hal ini karena tanah tersebut sudah menjadi milik yayasan secara hukum dan sepenuhnya terlepas dari kepemilikan pribadi pendiri.

Perbedaan mendasar ini menunjukkan bahwa harta kekayaan yayasan adalah entitas hukum yang mandiri. Ia berdiri sendiri dan tidak terkait langsung dengan kehidupan pribadi pendiri atau pengurus yayasan. Oleh karena itu, ahli waris tidak memiliki hak untuk mewarisi kekayaan yayasan, sebagaimana mereka berhak atas harta pribadi pewaris.

Dengan demikian, penting bagi masyarakat, terutama yang ingin mendirikan yayasan, untuk memahami kedudukan hukum harta benda yayasan ini. Ketika seseorang memutuskan untuk mendirikan yayasan dan menyerahkan sebagian kekayaannya, keputusan tersebut bersifat permanen dan tidak dapat ditarik kembali. Hal ini mencerminkan sifat yayasan yang didirikan bukan untuk kepentingan pribadi, tetapi untuk tujuan sosial, keagamaan, atau kemanusiaan yang lebih luas.

Harta kekayaan yayasan dan harta waris memang memiliki karakteristik yang sangat berbeda. Oleh karena itu, memahami perbedaan ini sangat penting agar tidak terjadi salah tafsir atau konflik dalam pengelolaan kekayaan yayasan maupun pembagian harta waris. Dengan pemahaman yang tepat, harta kekayaan yayasan dapat terus digunakan untuk tujuan yang mulia dan memberikan manfaat yang berkelanjutan bagi masyarakat. Wallahu ta’ala a’lam.  

Baca Juga: Giat Ekonomi Syariah dalam Bingkai Hifz al-Ummah

Sumber Gambar: Mistar.id.

Maqasid Project adalah sebuah gerakan yang digagas oleh cendikiawan dan aktivis muda Muslim untuk mengkampanyekan tata laku kehidupan alternatif berbasis Maqasid al-Syariah. Komunitas ini disatukan oleh ghirah yang sama, untuk ikut serta dalam membangun dunia di atas pondasi kesetaraan (al-Musawah), keadilan (al-'Adalah), dan kemaslahatan (al-Mashlahah). Kami memulai kerja ini dari Sumatera Utara, Indonesia, lalu saling terhubung secara kemitraan dengan berbagai komunitas dan individu lintas wilayah.

Posting Komentar